Muhammad Irfan Hakim (Istimewa/Kedungademmu.id)

Oleh: Muhammad Irfan Hakim; Guru MIM 14 Megale, Kedungadem

Kedungademmu.idSelama lebih dari 112 tahun, Muhammadiyah telah berkontribusi bagi umat dan bangsa di berbagai bidang, mulai dari pendidikan, kesehatan, sosial, hingga politik. Spirit Al-Ma’un menjadi landasan sekaligus "bahan bakar" gerakan Muhammadiyah dalam menebarkan manfaat. Seperti matahari yang senantiasa menerangi semesta, Muhammadiyah hadir untuk mewujudkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Intisari spirit Al-Ma’un adalah kepedulian terhadap mereka yang tertinggal, tertindas, dan terlemahkan—disebut sebagai kaum mustadh’afin. Mereka tidak hanya mencakup fakir miskin, tetapi juga kelompok lain yang menghadapi keterbatasan dan ketidakberdayaan. Dengan pemaknaan ini, semakin luas pula keberpihakan Muhammadiyah terhadap kelompok yang membutuhkan perhatian.


Petani: Kaum Mustadh’afin yang Terpinggirkan


Dalam perspektif ini, petani di Indonesia dapat dikategorikan sebagai kaum mustadh’afin. Buya Anwar Abbas pernah menyatakan bahwa petani di negeri ini masih menjadi masyarakat kelas dua atau bahkan kelas tiga. Realitasnya, petani masih terbelenggu kemiskinan dan jauh dari kesejahteraan. Oleh karena itu, mereka seharusnya mendapat perhatian khusus.


Pernyataan tentang pentingnya membela petani memang sering disampaikan oleh berbagai pihak. Namun, kenyataannya, permasalahan di sektor pertanian masih belum terselesaikan. Saat ini, Indonesia memiliki sekitar 40,69 juta petani, mayoritasnya adalah pemilik lahan kecil atau bahkan petani penyakap yang tidak memiliki lahan sendiri. Artinya, ada jutaan rakyat Indonesia yang bergantung pada pertanian, tetapi tetap hidup dalam keterbatasan.


Lebih dari itu, sektor pertanian merupakan sektor vital bagi ketahanan umat dan bangsa. Kedaulatan pangan adalah simbol kemerdekaan dan kekuatan suatu bangsa, sebab pangan merupakan kebutuhan primer yang menentukan kesejahteraan masyarakat. Ironisnya, sektor pertanian masih penuh tantangan dan mulai ditinggalkan. Indonesia yang dulu dikenal sebagai negara agraris kini menghadapi ancaman terkikisnya akar historis tersebut. Bukannya semakin sejahtera, petani justru semakin terperosok dalam ketidakberdayaan.


Beberapa persoalan utama yang dihadapi petani antara lain seperti monopoli perdagangan pertanian yang membuat petani kecil semakin tersisih. Selain itu, Ketidakefisienan produksi, di mana modal yang dikeluarkan tidak sebanding dengan keuntungan. Juga, krisis regenerasi petani muda, karena profesi petani kurang diminati generasi penerus.



Belum lagi kelangkaan pupuk dan permasalahan regulasi yang memperberat beban petani, hingga ketimpangan akses teknologi pertanian modern, yang hanya dinikmati segelintir kelompok.


Kompleksitas masalah ini membuat kaum petani semakin rentan dan lemah. Jika dibiarkan, kondisi ini akan semakin memburuk. Maka, harus ada langkah nyata untuk mengangkat petani dari jurang ketidakberdayaan. Inilah panggilan dakwah Muhammadiyah dalam menyelesaikan persoalan sosial-keumatan. Sebagai garda terdepan pembela kaum mustadh’afin, mampukah Muhammadiyah menjawab tantangan ini?


Jamaah Tani Muhammadiyah (JATAM): Ikhtiar Dakwah di Sektor Pertanian


Sebagai gerakan pencerahan yang berlandaskan spirit Al-Ma’un, Muhammadiyah memiliki sensitivitas terhadap persoalan umat dan bangsa, termasuk dalam sektor pertanian. Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah melalui Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) dengan membentuk Jamaah Tani Muhammadiyah (JATAM).


JATAM hadir sebagai wadah untuk mengorganisir petani dalam upaya mewujudkan kesejahteraan, kedaulatan pangan, serta ketersediaan pangan yang halal dan thayyib. Salah satu faktor utama yang membuat petani lemah adalah karena mereka tidak terhimpun dan terkoordinasi dengan baik. Oleh karena itu, Muhammadiyah berupaya mengorganisir mereka agar memiliki daya tawar yang lebih kuat.


Dengan berjamaah, petani bisa: Meningkatkan kapasitas melalui pelatihan dan edukasi; memperluas jaringan dengan sesama petani dan pemangku kebijakan; serta memiliki bargaining power dalam menghadapi pasar dan regulasi.


Muhammadiyah berkomitmen untuk terus menghadirkan gerakan pencerahan yang berkontribusi bagi peradaban. Spirit Al-Ma’un telah membentuk mentalitas yadul ulya—mentalitas tangan di atas, memberi manfaat, dan mencerahkan semesta.


Membawa Petani Menuju Indonesia Berkemajuan


Kontribusi Muhammadiyah di sektor pertanian adalah bagian dari dakwah yang lebih luas, inklusif, dan berorientasi pada solusi nyata. Dakwah ini tidak hanya bersifat spiritual, tetapi juga sosial-ekonomi. Muhammadiyah tidak sekadar hadir untuk mengajarkan ajaran agama, tetapi juga untuk memastikan kesejahteraan umat dalam berbagai aspek kehidupan.


Inilah risalah Islam berkemajuan, yang selalu berupaya menjawab tantangan zaman dan memberikan perlindungan bagi kaum mustadh’afin. Dengan kepak sayap dakwah Muhammadiyah, petani tidak lagi berjalan sendirian, melainkan dalam satu barisan menuju kesejahteraan dan kedaulatan pangan.