Gedung Kejaksaan Agung RI (Kejagung) 

Kedungademmu.id
Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali membongkar skandal megakorupsi yang merugikan negara hingga Rp193,7 triliun dalam pengelolaan minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina.

Kasus ini bukan sekadar praktik korupsi biasa, tetapi menunjukkan bagaimana sistem yang seharusnya melindungi kepentingan negara justru dimanfaatkan oleh segelintir elite demi keuntungan pribadi dan kelompok tertentu.

Modus Operandi: Manipulasi Produksi hingga Permainan Impor

Berdasarkan temuan Kejagung, para tersangka menjalankan kejahatan ini melalui empat skema utama.

Pertama, rekayasa produksi minyak dalam negeri.

Para tersangka diduga sengaja menurunkan laporan produksi minyak dalam negeri agar tampak tidak mencukupi. Dengan dalih kekurangan pasokan atau nilai ekonomis yang rendah, mereka menciptakan alasan untuk meningkatkan impor minyak mentah dan BBM.

Kedua, permainan broker dalam impor minyak.

Impor minyak melalui perantara (broker) menjadi celah korupsi yang sering dimanfaatkan. Para tersangka menggunakan pihak ketiga yang menaikkan harga secara tidak wajar (mark-up). Akibatnya, negara harus membayar lebih mahal, sementara keuntungan ilegal mengalir ke "pemain bayangan" dalam transaksi ini.

Ketiga, mark-up kontrak pengiriman minyak.

Selain permainan dalam impor, kontrak pengiriman minyak juga diduga dikondisikan dengan harga yang sengaja digelembungkan. Nilai kontrak yang sebenarnya lebih rendah dinaikkan secara fiktif, menciptakan ruang bagi penggelapan dana.

Keempat, manipulasi subsidi dan kompensasi BBM.

Pemerintah memberikan subsidi agar harga BBM tetap terjangkau bagi masyarakat. Namun, dalam kasus ini, dana kompensasi dan subsidi justru disalahgunakan untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu, bukan untuk kesejahteraan rakyat.

Dampak: Ekonomi Terancam, Kepercayaan Publik Runtuh

Kerugian Rp193,7 triliun bukanlah angka kecil. Jumlah ini setara dengan hampir setengah dari anggaran subsidi energi nasional pada 2023. Dampaknya meliputi beban anggaran negara yang semakin berat, serta potensi kenaikan harga BBM yang bisa memicu inflasi dan memberatkan rakyat.

Selain itu, ancaman terhadap ketahanan energi nasional akibat tata kelola yang buruk. Juga, turunnya kepercayaan publik terhadap BUMN, terutama Pertamina, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga kedaulatan energi.

Harapan Terhadap Proses Hukum: Jangan Sampai Mandek!

Penetapan tujuh tersangka oleh Kejagung adalah langkah awal yang patut diapresiasi. Namun, publik menuntut pengusutan lebih lanjut: Siapa aktor utama di balik skandal ini? Apakah para tersangka hanya "pemain lapangan," atau ada figur yang lebih berkuasa di baliknya?

Bagaimana dengan hukuman? Korupsi berskala besar seperti ini tidak boleh berujung pada vonis ringan yang tak memberikan efek jera.

Harus ada penyitaan aset hasil korupsi, agar negara bisa memulihkan kerugian dan menutup celah korupsi di sektor energi.

Kasus korupsi minyak mentah ini adalah bukti nyata bahwa sektor energi masih menjadi sasaran empuk bagi para pelaku kejahatan sistemik. Dengan modus yang terstruktur dan melibatkan banyak pihak, korupsi ini telah menggerogoti ekonomi negara dalam jumlah yang fantastis.

Kejaksaan Agung harus bertindak tegas agar kasus ini tidak menjadi preseden buruk di masa depan. Jika tidak, maka sektor energi nasional akan terus dikendalikan oleh segelintir elite yang hanya mementingkan kantong sendiri, bukan kesejahteraan rakyat.