Ilustrasi salat berjamaah (www.pexels.com)

Kedungademmu.id
Dalam sesi Ngaji Tafsir kali ini, Ustaz Kamijan mengupas tafsir QS. Al-Fatihah: 1 berdasarkan Tafsir Ibnu Katsir.

Dalam wawancara eksklusif dengan Kedungademmu.id pada Sabtu (01/03/2025), beliau menjelaskan berbagai pandangan ulama mengenai status lafaz basmalah dalam QS. Al-Fatihah, serta perbedaan pendapat terkait cara membacanya dalam salat.

Apakah Basmalah Bagian dari Surat Al-Fatihah?

Para ulama memiliki beberapa pendapat utama terkait basmalah:

Pertama, basmalah sebagai ayat dalam setiap surat, kecuali At-Taubah.
Pendapat ini didukung oleh sahabat seperti Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnuz Zubair, dan Abu Hurairah, serta tabi'in seperti Atha', Tawus, dan Sa'id bin Jubair. Mazhab Syafi'i dan Ahmad dalam salah satu riwayat juga berpegang pada pandangan ini.

Kedua, basmalah bukan bagian dari Al-Fatihah maupun surat lainnya.
Pendapat ini dipegang oleh Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan murid-muridnya.

Ketiga, basmalah hanya bagian dari Al-Fatihah, bukan surat lain.
Pendapat ini juga muncul dalam Mazhab Syafi’iyah, meskipun dianggap gharib (aneh) oleh sebagian ulama.

Keempat, basmalah adalah ayat tersendiri di awal setiap surat, bukan bagian dari surat Al-Fatihah.
Pendapat ini dianut oleh Daud Azh-Zhahiri dan beberapa riwayat dari Imam Ahmad.

Hadis dari Ibnu Abbas dalam Sunan Abu Daud menyebutkan bahwa Rasulullah saw. tidak mengetahui pemisah antara surat-surat kecuali dengan turunnya basmalah.

Hal ini menunjukkan bahwa basmalah berfungsi sebagai pemisah, tetapi tidak secara langsung menegaskan apakah ia bagian dari surat atau tidak.

Membaca Basmalah dengan Jahr atau Sirr?

Perbedaan ini berkaitan dengan status basmalah dalam Al-Fatihah.

Mazhab Syafi’iyah berpendapat bahwa basmalah dibaca dengan jahr (keras) dalam salat karena dianggap bagian dari Al-Fatihah.

Dalilnya adalah hadis Abu Hurairah yang mengeraskan basmalah dan berkata bahwa ia paling mirip dengan salat Rasulullah saw. (HR. An-Nasa’i, Ibnu Khuzaimah, dan Al-Hakim).

Pendapat ini diperkuat dengan riwayat Ummu Salamah yang menyebutkan bahwa Nabi saw. membaca basmalah dalam salatnya (HR. Ibnu Khuzaimah).

Sementara itu, Mazhab Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa basmalah dibaca sirr (pelan) atau bahkan tidak dibaca sama sekali dalam salat.

Dalilnya adalah hadis Anas bin Malik yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw., Abu Bakar, Umar, dan Utsman membuka salat mereka dengan "Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin..." tanpa mengeraskan basmalah (HR. Muslim).

Imam Malik bahkan berpendapat bahwa lafaz basmalah tidak dibaca sama sekali dalam salat.

Menghormati Perbedaan dalam Ibadah

Ustaz Kamijan menjelaskan bahwa perbedaan ini sudah ada sejak zaman para sahabat dan tetap bertahan dalam mazhab-mazhab fikih hingga saat ini.

Dalil yang digunakan masing-masing mazhab memiliki kekuatan tersendiri, sehingga tidak ada satu pendapat yang bisa dianggap paling benar secara mutlak.

Beliau juga menegaskan bahwa baik membaca basmalah dengan jahr maupun sirr, salat tetap sah. Yang terpenting adalah mengikuti pendapat mazhab berdasarkan ilmu yang benar, tanpa menjadikan perbedaan ini sebagai penyebab perpecahan di tengah umat Islam.

Sebagai penutup, beliau mengajak umat Islam untuk terus belajar, mengamalkan ilmu, dan menjaga ukhuwah Islamiyah. Menghormati perbedaan dalam fikih adalah bagian dari kebijaksanaan dalam memahami ajaran Islam yang luas dan penuh hikmah.