![]() |
Muhammad Iqbal (Istimewa/kedungademmu.id) |
Oleh: Muhammad Iqbal; Redaktur kedungademmu.id
Ramadan: Momentum Perubahan atau Sekadar Kebiasaan?
Setiap kali Ramadan tiba, kita seolah mendapat kesempatan baru untuk memperbaiki diri. Kita lebih tekun dalam salat, lebih sabar menghadapi cobaan, lebih ringan tangan dalam berbagi, dan lebih sadar akan kehadiran Allah dalam setiap langkah kehidupan. Namun, setelah Ramadan usai, apakah kita masih bisa mempertahankan semangat ini?
Puasa sejatinya bukan hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga melatih jiwa untuk mengendalikan hawa nafsu. Selama sebulan penuh, kita berlatih menahan amarah, menjauhi ghibah, dan menundukkan ego. Namun, akankah latihan ini bertahan setelah Ramadan berlalu, ataukah kita akan kembali pada kebiasaan lama yang kurang terjaga?
Demikian pula dengan kebiasaan berbagi. Ramadan membangkitkan rasa kepedulian kita terhadap sesama. Kita berlomba-lomba memberikan sedekah, menyantuni yatim, dan memperbanyak amal kebajikan. Namun, apakah setelah Ramadan, kita masih akan menjaga semangat berbagi ini? Ataukah kebaikan itu hanya bersifat musiman, muncul sesaat lalu menghilang?
Menjaga Spiritualitas di Luar Ramadan
Salah satu tantangan terbesar setelah Ramadan adalah menjaga konsistensi ibadah. Di bulan suci ini, masjid-masjid penuh, lantunan Al-Qur’an terdengar di setiap rumah, dan salat malam menjadi kebiasaan yang menenangkan jiwa. Namun, ketika Ramadan berakhir, sering kali semangat itu perlahan memudar. Salat tahajud mulai ditinggalkan, tilawah Al-Qur’an jarang terdengar, dan kebiasaan menahan diri dari keburukan semakin melemah.
Di sinilah ujian sesungguhnya dimulai. Apakah kita hanya menjadi hamba Ramadan, ataukah kita benar-benar menjadi hamba Allah yang terus istiqamah dalam kebaikan?
Jika Ramadan mampu membentuk kebiasaan baik dalam sebulan, mengapa tidak kita lanjutkan di bulan-bulan berikutnya? Jika kita mampu menahan diri dari keburukan selama 30 hari, mengapa tidak kita jadikan itu sebagai kebiasaan sepanjang tahun?
Ramadan Sebagai Titik Awal, Bukan Akhir
Kontemplasi di akhir Ramadan ini mengajak kita untuk menjadikan bulan suci ini sebagai titik tolak perubahan, bukan sekadar ritual tahunan yang berlalu tanpa makna. Ramadan harus menjadi cahaya yang terus menyinari langkah kita, bukan hanya lentera sementara yang padam setelah Idulfitri.
Maka, mari kita bertanya kepada diri sendiri: Apakah kita akan kembali menjadi seperti sebelum Ramadan? Ataukah kita akan membawa semangatnya sepanjang tahun?
Semoga Ramadan kali ini benar-benar menjadi sarana perbaikan diri yang hakiki. Mari kita pertahankan cahayanya dalam kehidupan, agar setiap hari yang kita jalani tetap dipenuhi keberkahan dan ridha-Nya.
Selamat meraih kemenangan, semoga kita tetap istiqamah dalam kebaikan.