Nasarudin Yusma (Kedungademmu.id)

Oleh: Nasarudin Yusma; Ketua Umum PD IPM Bojonegoro 

Kedungademmu.idDalam banyak budaya, laki-laki sering diajarkan untuk menjadi sosok yang kuat, tangguh, dan mandiri. Mereka diharapkan menjadi pemimpin, pelindung, dan penyelesai masalah dalam berbagai aspek kehidupan. Konsekuensi dari ekspektasi ini adalah anggapan bahwa laki-laki tidak seharusnya berbagi tentang beban yang mereka pikul, apalagi mengungkapkan kelemahan atau perasaan mereka.

Diam dianggap sebagai bentuk keteguhan, sementara berbicara tentang kesulitan sering dikaitkan dengan kelemahan. Namun, benarkah laki-laki harus terus-menerus memendam apa yang mereka rasakan?

Laki-laki Harus Kuat

Sejak kecil, banyak laki-laki tumbuh dengan nasihat seperti "Jangan menangis, kamu laki-laki!" atau "Jangan mengeluh, laki-laki harus tegar." Kalimat-kalimat ini menanamkan pemikiran bahwa mengekspresikan perasaan adalah sesuatu yang tabu.

Saat dewasa, mereka terbiasa menekan emosi—baik kesedihan, kekecewaan, ketakutan, atau bahkan kebahagiaan. Stereotip tentang laki-laki yang matang secara emosional menambah beban: mereka harus lebih bijaksana, berpikir rasional, dan mampu mengendalikan emosi.

Namun, ketika mereka mencoba berbicara, tanggapan yang didapat sering kali tidak mendukung. Mereka dianggap cengeng, lemah, atau berlebihan. Akhirnya, banyak laki-laki lebih memilih diam, meyakini bahwa orang lain tidak akan benar-benar memahami atau peduli terhadap apa yang mereka alami.

Ungkapan dalam bahasa Jawa, "Wong liyo ngerti opo?" (Orang lain tahu apa?), mencerminkan pemikiran ini. Ada ketakutan bahwa berbicara hanya akan memperumit keadaan, karena orang lain belum tentu mengerti atau bahkan mungkin menghakimi. Akibatnya, mereka memilih menanggung beban sendiri—meskipun berat.

Luka yang Tak Terlihat: Dampak Memendam Perasaan

Ketika laki-laki terus menahan perasaan dan beban hidup mereka sendiri, dampaknya bisa sangat besar, baik secara psikologis maupun fisik.

Pertama, Kesehatan Mental yang Terganggu

Memendam perasaan terlalu lama dapat menyebabkan stres, kecemasan, bahkan depresi. Banyak laki-laki tidak menyadari bahwa mereka mengalami masalah kesehatan mental, karena sejak kecil mereka tidak terbiasa mengenali atau mengakui perasaan mereka sendiri.

Kedua, Ledakan Emosi yang Tidak Terkontrol

Perasaan yang terpendam lama-lama bisa meledak. Ini bisa berujung pada kemarahan yang tidak terkendali, sikap kasar, atau bahkan tindakan menyakiti diri sendiri.

Ketiga, Kehilangan Koneksi dengan Orang Lain

Laki-laki yang menutup diri cenderung menarik diri dari lingkungan sosial. Akibatnya, hubungan dengan keluarga, pasangan, atau teman bisa menjadi renggang karena kurangnya komunikasi yang sehat.

Berbicara Bukan Kelemahan, Melainkan Keberanian

Sudah waktunya kita mengubah pandangan bahwa berbicara tentang perasaan adalah tanda kelemahan bagi laki-laki. Sebaliknya, berbicara adalah bentuk keberanian untuk menghadapi masalah dengan lebih terbuka.

Namun, ini bukan berarti laki-laki harus bercerita kepada semua orang. Yang penting adalah memilih orang yang tepat—sahabat, pasangan, atau profesional seperti psikolog. Berbicara dengan orang yang dipercaya tidak hanya meringankan beban, tetapi juga bisa memberikan perspektif baru dalam mencari solusi.

Sebaliknya, masyarakat perlu menciptakan lingkungan yang lebih suportif bagi laki-laki untuk mengekspresikan diri tanpa takut dihakimi. Dengan begitu, kita bisa membangun generasi laki-laki yang tidak hanya kuat secara fisik, tetapi juga sehat secara mental dan emosional.

Menyeimbangkan Kekuatan dan Kerentanan

Laki-laki memang diharapkan kuat, tetapi kekuatan sejati bukan berarti menanggung semua beban sendirian. Justru, keberanian untuk berbicara dan mencari dukungan adalah bentuk kekuatan yang sesungguhnya.

Jadi, apakah laki-laki harus terus diam dan memendam segalanya? Ataukah sudah saatnya kita memberi ruang bagi mereka untuk bercerita tanpa takut kehilangan harga diri?

Jawabannya ada pada kita semua: apakah kita mau mengubah cara pandang ini dan menciptakan lingkungan yang lebih mendukung bagi semua orang, termasuk laki-laki?