Ilustrasi (www.freepik.com)

Kedungademmu.id
Dalam upaya memberikan pemahaman yang benar tentang fidah dalam Islam, redaksi Kedungademmu.id berkesempatan mewawancarai Ustaz Zainal Abidin, guru fikih di MTs Muhammadiyah 2 Kedungadem, Bojonegoro.

Ia menjelaskan secara rinci tentang aturan fidyah dalam Islam, khususnya menurut pandangan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah.

Fidiah sebagai Kewajiban Pengganti Puasa

Dalam wawancara yang berlangsung di ruang guru MTs Muhammadiyah 2 Kedungadem, Bojonegoro, Ustaz Zainal menjelaskan bahwa fidiah adalah bentuk keringanan yang diberikan oleh syariat Islam kepada orang-orang yang tidak mampu menjalankan puasa Ramadan.

"Fidiah wajib dibayarkan bagi orang yang tidak memiliki kemampuan untuk berpuasa, seperti orang tua renta, orang sakit yang tidak ada harapan sembuh, serta wanita hamil dan menyusui jika mereka khawatir terhadap kondisi anaknya," jelas Ustaz Zainal.

Ia mengutip dalil utama tentang fidiah yang terdapat dalam Al-Qur’an:

"Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin." (QS. Al-Baqarah: 184).

Selain itu, ia juga mengutip hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas r.a.:

"Wanita hamil dan menyusui yang khawatir terhadap anaknya, maka mereka harus membayar fidyah dan tidak perlu mengqadha’." (HR. Abu Dawud, no. 2318, dan Ibnu Majah, no. 1667–Hasan).

Dari hadis ini, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah berpendapat bahwa wanita hamil dan menyusui cukup membayar fidiah tanpa perlu mengqadha’ (mengganti puasa di hari lain) jika alasan mereka tidak berpuasa adalah kekhawatiran terhadap kesehatan anaknya.

Cara Membayar Fidiah

Lebih lanjut, Ustaz Zainal menjelaskan bahwa dalam membayar fidiah, ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan agar sesuai dengan tuntunan syariat.

"Fidyah diberikan dalam bentuk makanan pokok, yaitu 1 mud beras per hari puasa yang ditinggalkan, atau sekitar 675 gram. Bisa juga dalam bentuk makanan siap saji yang setara. Namun, dalam kondisi tertentu, fidyah boleh diganti dengan uang sesuai dengan nilai makanan yang diberikan," terangnya.

Ia juga menekankan bahwa fidiah harus diberikan kepada fakir miskin dan tidak boleh diberikan kepada sembarang orang.

Sebagai contoh, Ustaz Zainal memberikan beberapa cara pembayaran fidyah yang benar:

Pertama, fidiah dalam bentuk beras.
Jika seseorang tidak berpuasa selama 30 hari, maka ia wajib membayar fidiah dengan 20,25 kg beras (30 × 675 gram).

Beras ini bisa diberikan langsung kepada fakir miskin atau melalui lembaga yang menyalurkannya.

Kedua, fidiah dalam bentuk makanan siap saji.
Jika seorang ibu menyusui meninggalkan puasa selama 10 hari, maka ia harus memberikan 10 porsi makanan siap saji kepada fakir miskin.

Makanan ini bisa diberikan kepada 10 orang miskin sekaligus atau 1 orang miskin selama 10 hari.

Ketiga, fidiah dalam bentuk uang (jika darurat).
Jika harga 1 porsi makanan sekitar Rp20.000, dan seseorang memiliki hutang puasa 15 hari, maka ia bisa membayar fidyah sebesar Rp300.000 (15 × Rp20.000).

Uang ini diberikan kepada fakir miskin secara langsung atau melalui lembaga sosial yang terpercaya.

Masyarakat Diminta Lebih Peduli dalam Membayar Fidiah

Di akhir wawancara, Ustaz Zainal mengimbau masyarakat agar lebih memahami kewajiban fidiah dan melaksanakannya dengan benar.

"Kadang masih banyak yang salah paham, menganggap fidiah bisa diganti dengan sembarang bentuk bantuan. Padahal, syariat sudah mengatur bahwa fidiah itu harus berupa makanan atau sesuatu yang setara dengan makanan," ungkapnya.

Ia juga menyarankan agar masyarakat yang ingin menyalurkan fidiah bisa melalui lembaga terpercaya atau langsung kepada fakir miskin di sekitar mereka, misalnya Lazismu.