Ketua PP Muhammadiyah, M. Saad Ibrahim (kiri) dalam Kajian Ramadan 1446 H PWM Jawa Timur (Kedungademmu.id)

Kedungademmu.id
Kajian Ramadan 1446 H yang diselenggarakan oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur menghadirkan M. Saad Ibrahim, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Ia mengupas kisah baldah thayyibah melalui studi historis Negeri Saba yang tergambar dalam QS. Saba'. Dengan pendekatan reflektif, ia menjelaskan bagaimana negeri ini mencapai puncak kemakmuran, tetapi akhirnya runtuh karena kehilangan keseimbangan moral dan sosial.

Saad Ibrahim mengawali pemaparannya dengan menyoroti asal-usul Negeri Saba, sebuah kerajaan yang dalam catatan sejarah dikenal sebagai salah satu peradaban paling maju di dunia Arab.

Dengan sistem irigasi canggih, pertanian yang berkembang pesat, serta perdagangan yang makmur, Saba menjadi simbol kemakmuran yang digambarkan dalam Al-Qur’an sebagai baldah thayyibah wa rabbun ghafur—negeri yang sejahtera dengan Tuhan yang Maha Pengampun.

Ia menjelaskan bahwa secara fisik, konsep baldah thayyibah merujuk pada negeri yang subur, sejuk, dan melimpah dengan sumber daya alam.

Dalam tafsir para ulama, negeri ini tidak hanya diberkahi dengan kesuburan tanah dan beragam buah-buahan, tetapi juga memiliki lingkungan yang aman—tidak ditemukan binatang buas maupun berbisa yang dapat mengancam kehidupan masyarakatnya.

Gambaran ini menunjukkan kesejahteraan yang sempurna, baik dari segi materi maupun rasa aman yang dirasakan penduduknya.

Namun, kesejahteraan itu tidak bertahan lama. Saad Ibrahim menekankan bahwa kehancuran Saba bukan semata karena faktor alam, seperti jebolnya Bendungan Ma’rib, tetapi juga akibat degradasi moral dan keengganan masyarakatnya untuk bersyukur serta menjaga harmoni sosial.

“Sejahtera saja tidak cukup jika masyarakatnya abai terhadap nilai-nilai spiritual dan keadilan. Ketika keserakahan dan ketimpangan dibiarkan, kehancuran hanya menunggu waktu,” ujarnya.

Ia kemudian mengajak peserta untuk merenungkan relevansi kisah ini dalam konteks kekinian. Sesungguhnya, Indonesia sudah berada dalam konteks baldah thayyibah. Negara ini memiliki kekayaan alam yang melimpah, tanah yang subur, serta masyarakat yang beragam namun tetap satu dalam kebinekaan.

Namun, tantangannya adalah bagaimana menjaga kesejahteraan ini agar tetap bertahan dan tidak mengalami kemunduran sebagaimana yang terjadi pada Negeri Saba.

Menurutnya, banyak negara saat ini yang mengalami kemajuan ekonomi, tetapi di sisi lain menghadapi krisis moral, ketidakadilan hukum, dan jurang sosial yang semakin lebar.

Jika keseimbangan antara materi dan spiritual tidak dijaga, sejarah Saba bisa terulang dalam bentuk yang berbeda.

“Kita harus belajar dari sejarah. Negeri yang baik bisa berubah menjadi negeri yang hancur jika masyarakatnya lalai dalam menjaga nilai-nilai ketauhidan, keadilan, dan syukur,” tegasnya.

Hal ini menjadi pengingat bahwa baldah thayyibah bukan hanya tentang pertumbuhan ekonomi, tetapi juga bagaimana membangun peradaban yang berkeadilan.

“Muhammadiyah harus terus menjadi bagian dari solusi, memastikan bahwa kemajuan yang kita capai tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga diiringi dengan nilai-nilai Islam yang membentuk masyarakat yang beradab dan berkeadilan,” tambahnya.

Dengan mengangkat pelajaran dari Negeri Saba, Saad Ibrahim menutup pemaparannya dengan pesan penting: kesejahteraan yang tidak dijaga dengan moralitas dan keadilan hanya akan menjadi ilusi yang pada akhirnya sirna.