Ilustrasi (www.freepik.com)

Kedungademmu.id
Ramadan adalah bulan penuh berkah, di mana setiap amal kebaikan dilipatgandakan pahalanya. Namun, ada sebagian orang yang berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa pun kecuali rasa lapar dan haus.

Hal ini sesuai dengan peringatan Rasulullah saw. dalam haditsnya:

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ

"Betapa banyak orang yang berpuasa, namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga." (HR. Ath-Thabrani).

Dalam wawancara eksklusif Kedungademmu.id dengan Jumari seorang pendidik dan aktivis Muhammadiyah, menyoroti pentingnya menjaga esensi puasa agar tidak menjadi ibadah yang sia-sia.

"Puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga harus disertai dengan pengendalian diri dari perkataan dan perbuatan yang dilarang. Jika seseorang masih berbuat maksiat, puasanya mungkin sah secara hukum, tetapi bisa kehilangan nilai di sisi Allah," ujar Jumari.

Tiga Hal yang Menjadikan Puasa Sia-sia

Menurut berbagai sumber dalam kitab hadits dan tafsir ulama, ada tiga hal utama yang dapat membuat puasa seseorang tidak bernilai di sisi Allah Swt.

Pertama, berkata dusta (az-zuur).

Berkata dusta adalah salah satu faktor utama yang dapat merusak puasa. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah saw. bersabda:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

"Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan." (HR. Bukhari no. 1903).

Jumari menjelaskan bahwa dusta tidak hanya dalam bentuk ucapan bohong, tetapi juga dalam menyebarkan berita palsu dan fitnah, terutama di era digital saat ini.

"Seorang muslim harus menjaga lisannya dari kebohongan, terutama saat berpuasa. Jika masih menyebarkan fitnah atau berita hoaks, maka puasanya hanya menjadi lapar dan haus saja," tegasnya.

Kedua, berkata sia-sia (laghwu) dan kata-kata porno (rofats).

Puasa bukan hanya menahan makan dan minum, tetapi juga harus menahan diri dari perkataan yang sia-sia dan tidak senonoh. Rasulullah saw. bersabda:

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ

"Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats." (HR. Ibnu Majah & Hakim).

Jumari menambahkan bahwa di era media sosial, banyak orang tetap berpuasa tetapi tidak menjaga lisannya.

"Membicarakan hal yang tidak bermanfaat, menyindir, mencaci, atau berkata kasar di media sosial bisa termasuk dalam lagwu dan rofats. Jika tidak dijaga, puasa kita bisa kehilangan nilainya," jelasnya.

Ketiga, melakukan berbagai macam maksiat.

Selain menjaga lisan, seorang muslim yang berpuasa juga harus menjaga diri dari segala bentuk maksiat, baik dalam tindakan maupun pikiran. Jabir bin ‘Abdillah ra. memberikan nasihat penting terkait hal ini:

إِذَا صُمْتَ فَلْيَصُمْ سَمْعُكَ وَبَصَرُكَ وَلِسَانُكَ عَنِ الْكَذِبِ وَالْمَحَارِمِ وَدَعْ أَذَى الْجَارِ وَلْيَكُنْ عَلَيْكَ وَقَارٌ وَسَكِينَةٌ يَوْمَ صَوْمِكَ وَلَا يَكُنْ يَوْمُ صَوْمِكَ وَيَوْمُ إِفْطَارِكَ سَوَاءً

"Seandainya kamu berpuasa, maka hendaknya pendengaranmu, penglihatanmu, dan lisanmu turut berpuasa dari dusta dan hal-hal haram serta janganlah kamu menyakiti tetangga. Bersikaplah tenang dan berwibawa di hari puasamu. Janganlah kamu jadikan hari puasamu dan hari tidak berpuasamu sama saja." (Latho’if Al-Ma’arif, 1/168).

Jumari menegaskan bahwa menjaga anggota tubuh dari maksiat adalah bentuk puasa yang sebenarnya.

"Puasa yang sempurna bukan hanya menahan lapar dan haus, tetapi juga menjaga seluruh anggota tubuh dari maksiat. Mata, telinga, dan hati juga harus ikut berpuasa," katanya.

Puasa yang Hanya Sekadar Lapar dan Haus

Ulama besar, Ibnu Rojab Al-Hambali, dalam kitab Latho’if Al-Ma’arif mengatakan:

أَهْوَنُ الصِّيَامُ تَرْكُ الشَّرَابِ وَ الطَّعَامِ

"Tingkatan puasa yang paling rendah hanya meninggalkan minum dan makan saja."

Jumari menyayangkan jika ada muslim yang hanya menahan lapar dan dahaga tanpa memperbaiki perilaku.

"Kita harus introspeksi diri. Jangan sampai kita berpuasa, tetapi masih menggunjing, menipu, atau menyakiti orang lain. Jangan sampai ibadah yang seharusnya menjadi jalan mendekat kepada Allah malah menjadi ibadah yang sia-sia," tutupnya.

Puasa Ramadan adalah kesempatan besar untuk meraih pahala dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Namun, jika seseorang masih gemar melakukan maksiat, seperti berkata dusta, berbicara kotor, dan berbuat keburukan, maka puasanya bisa menjadi sia-sia.

Sebagai umat Islam, kita harus menjaga lisan, perbuatan, dan hati agar puasa yang dijalankan benar-benar bernilai di sisi Allah Swt.

Semoga kita dijauhkan dari perbuatan yang dapat merusak pahala puasa dan mendapatkan keberkahan Ramadhan sepenuhnya. Amin.