Ilustrasi (www.pexels.com)

Kedungademmu.id
Dalam salah satu kajian tafsir rutin yang mengupas makna ayat-ayat Al-Qur'an, perhatian tertuju pada QS. Al-Baqarah: 3.

الَّذِيْنَ يُؤْمِنُوْنَ بِا لْغَيْبِ وَ يُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَمِمَّا رَزَقْنٰهُمْ يُنْفِقُوْنَ 

"(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan salat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka." (QS. Al-Baqarah: 3).

Makna Iman Menurut Para Ulama

Menurut Abu Ja'far Ar-Razi, Ibnu Abbas pernah menyatakan bahwa iman secara lughawi bermakna “percaya”. Sementara itu, Ali Ibnu Abu Talhah dan sejumlah ulama lain menekankan bahwa iman adalah pembenaran melalui keyakinan yang tulus.

Di sisi lain, Ma'mar—melalui pendapat Az-Zuhri—menyatakan bahwa iman adalah amal, yakni perbuatan yang mencerminkan keimanan itu sendiri. Tak hanya itu, Ar-Rabi' ibnu Anas menyampaikan bahwa iman mencakup elemen rasa takut kepada Allah, sebagai wujud ketaatan yang mendalam.

Ibnu Jarir menambahkan bahwa keimanan yang sempurna sebaiknya mencakup tiga unsur: ucapan, keyakinan, dan perbuatan. Dengan demikian, iman adalah pengakuan yang dibuktikan dengan amal nyata, mulai dari kepercayaan kepada Allah, kitab-kitab-Nya, dan para rasul-Nya, hingga pengamalan nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan sehari-hari.

Iman dalam QS. Al-Baqarah: 3

Ayat ini menguraikan ciri khas orang mukmin, yaitu:

Beriman kepada yang gaib: Mereka percaya kepada hal-hal yang tidak tampak, seperti keberadaan Allah, malaikat, kitab-kitab suci, hari berbangkit, surga, dan neraka. Seperti yang dijelaskan oleh Ibnu Abbas dan dijadikan rujukan oleh Ar-Razi melalui pendapat Ar-Rabi' ibnu Anas.

Mendirikan salat: Ibadah shalat merupakan bukti nyata keimanan yang dirasakan oleh hati.

Menginfakkan dari rezeki yang diberikan: Amal sosial dan sedekah menunjukkan bahwa iman tidak hanya berhenti pada ucapan, melainkan juga diwujudkan dalam perbuatan.

Ayat ini menegaskan bahwa Al-Qur'an adalah kitab yang tidak diragukan kebenarannya dan berfungsi sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.

Dimensi Iman: Percaya, Ucapan, dan Perbuatan

Para ulama menegaskan bahwa iman, bila dipahami secara menyeluruh, mencakup tiga unsur utama:

Keyakinan tulus: Percaya secara mendalam kepada hal-hal yang tidak tampak (al-ghaib) dan segala hal yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad saw.

Ucapan yang mengesahkan: Pengakuan lisan terhadap keimanan, sebagaimana tercermin dalam sabda-sabda Nabi yang menekankan pentingnya pengakuan iman.

Perbuatan nyata: Amal saleh yang memperkuat dan menegaskan keimanan, seperti mendirikan shalat dan berinfak dari rezeki yang Allah anugerahkan.

Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah dalam QS. At-Tin: 6 dan dinyatakan pula dalam hadis sahih, iman dapat bertambah dan berkurang sesuai dengan amal perbuatan seseorang.

Takut kepada Allah: Aspek Khusyuk dalam Iman

Beberapa ulama juga menafsirkan iman sebagai “takut kepada Allah” (al-khushyuk) yang menjadi landasan utama dalam keimanan. Contohnya, ayat-ayat dari QS. Al-Anbiya: 49 dan QS. Qaf: 33 menggambarkan orang mukmin sebagai mereka yang merasakan ketakutan dan kekhusyukan kepada Tuhan meski Dia tidak terlihat.
Selain itu, firman Allah dalam QS. Fathir: 28 menyatakan:

"Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama."

Hal ini menekankan bahwa kecintaan dan ketaatan kepada Allah haruslah diiringi dengan rasa takut yang mendorong seseorang untuk selalu menjaga diri dari perbuatan dosa.

Kajian tafsir Ibnu Katsir terhadap QS. Al-Baqarah: 3 menekankan bahwa iman adalah sebuah konsep yang holistik, mencakup keyakinan, ucapan, dan perbuatan.

Al-Qur'an, sebagai kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya, memberikan petunjuk bagi mereka yang bertakwa untuk menghidupkan nilai-nilai keimanan dalam setiap aspek kehidupan.

Melalui pemahaman yang mendalam ini, diharapkan umat Islam semakin terinspirasi untuk mengamalkan iman secara utuh—bukan sekadar ucapan, melainkan terwujud dalam perbuatan nyata sebagai bentuk ketaatan kepada Allah Swt.