![]() |
Menurut unggahan dari halaman Facebook Bojonegoro 24 Jam pada [27/3/2025], aksi demonstrasi di depan kantor DPRD Bojonegoro (Sumber: Facebook Bojonegoro 24 Jam) |
Demonstrasi bertajuk “Veteran Memanggil: Tolak UU TNI, Kembalikan TNI ke Barak” ini diikuti oleh berbagai organisasi mahasiswa, seperti PMII, GMNI, dan HMI, serta kelompok masyarakat sipil, antara lain Rakyat Bantu Rakyat (RBR), Aliansi Bojonegoro Melawan, dan Pemuda Sosial Bojonegoro.
Massa aksi menilai bahwa pengesahan UU TNI dilakukan secara tergesa-gesa dan minim partisipasi publik. Dalam waktu hanya tiga hari, UU ini disahkan melalui serangkaian pembahasan yang dinilai tidak transparan. Beberapa aktivis bahkan mengalami kriminalisasi saat berupaya memprotes pembahasan tertutup revisi UU tersebut di Jakarta.
Tiga Perubahan Kontroversial dalam UU TNI
Dalam aksinya, demonstran menyoroti tiga poin utama revisi UU TNI yang mereka anggap kontroversial, yakni:
Pertama Kedudukan dan Peran TNI
Pasal 3 menegaskan TNI berada di bawah Presiden dalam pengerahan kekuatan militer.
Pasal 7 memperluas tugas pokok TNI, termasuk ke ranah siber, yang dikhawatirkan dapat mengancam kebebasan berekspresi.
Kedua Keterlibatan Militer dalam Institusi Sipil
Pasal 47 menambah jumlah instansi sipil yang dapat diisi oleh prajurit aktif dari 10 menjadi 15 lembaga, yang dikhawatirkan menghidupkan kembali dwi fungsi militer.
Ketiga Perpanjangan Usia Pensiun
Pasal 53 memperpanjang usia pensiun perwira hingga 60 tahun dan bintara/tamtama hingga 58 tahun, yang dinilai akan memperlambat regenerasi dalam tubuh TNI.
Kekhawatiran akan Kembalinya Dwi Fungsi Militer
Para demonstran mengingatkan bahwa perubahan ini bisa menjadi ancaman bagi demokrasi, dengan meningkatnya keterlibatan TNI dalam ranah sipil. Mereka juga mengungkapkan kekhawatiran bahwa hal ini dapat memperkuat impunitas militer dan membuka peluang penyalahgunaan kekuasaan, seperti yang pernah terjadi di Bojonegoro pada masa lalu.
Dalam orasi mereka, beberapa peserta aksi menyinggung peristiwa-peristiwa di Bojonegoro yang melibatkan aparat militer, seperti pemaksaan pembebasan lahan untuk pengeboran Banyu Urip (1998), pengamanan uji seismik Mobil Cepu Ltd (2002), dan insiden penembakan warga akibat kebocoran gas Pertamina Devon Energy.
Dalil Al-Qur'an: Larangan Ketidakadilan dan Penyalahgunaan Kekuasaan
Demonstran juga menekankan pentingnya keadilan dan transparansi dalam pemerintahan, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an:
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran."
(QS. An-Nahl: 90)
Ayat ini menegaskan bahwa keadilan dan kebaikan harus menjadi prinsip utama dalam pengambilan kebijakan, sementara tindakan zalim, ketidakadilan, dan penyalahgunaan wewenang harus dihindari.
Selain itu, dalam QS. Al-Ma'idah: 8, Allah berfirman:
"Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu..."
Ayat ini mengingatkan pentingnya keberanian dalam menegakkan kebenaran, termasuk dalam menolak kebijakan yang berpotensi merugikan rakyat dan mencederai nilai-nilai demokrasi.
Tuntutan Demonstran: Cabut UU TNI dan Kembalikan TNI ke Barak
Massa aksi menuntut agar UU TNI yang baru dicabut dan meminta agar TNI kembali fokus pada tugas utama di bidang pertahanan negara. Mereka juga mendesak agar kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu diselesaikan secara transparan dan akuntabel.