Dalam hadis tersebut, Rasulullah saw bersabda:
"Ya Rasulullah! Siapakah yang paling berat ujiannya?” Beliau menjawab, 'Para nabi kemudian orang-orang yang semisalnya, kemudian orang yang semisalnya. Seseorang akan diuji sesuai kadar (kekuatan) agamanya. Jika agamanya kuat, maka ujiannya akan bertambah berat. Jika agamanya lemah maka akan diuji sesuai kadar kekuatan agamanya'” (HR. at-Tirmidzi no. 2398, an-Nasâi no. 7482, & Ibnu Mâjah no. 4523).
Dalam penjelasannya, Rasulullah saw juga menegaskan bahwa besarnya pahala tergantung pada besarnya ujian yang dihadapi. Hal ini menunjukkan bahwa ujian bukanlah bentuk kebencian Allah, melainkan tanda kasih sayang-Nya kepada hamba yang beriman.
Ujian juga menjadi sarana untuk menghapus dosa. Rasulullah saw bersabda:
"Ujian itu akan selalu menimpa seorang hamba sampai Allah membiarkannya berjalan di atas bumi dengan tidak memiliki dosa." (HR. at-Tirmidzi no. 2398).
Selain itu, Allah Ta'ala berfirman dalam Al-Qur'an:
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. al-Anbiya: 35).
Dari penjelasan ini, umat Islam diajarkan untuk senantiasa bersabar dalam menghadapi cobaan dan bersyukur saat mendapat kenikmatan. Sebab, setiap ujian yang diterima adalah bentuk kasih sayang Allah untuk meninggikan derajat hamba-Nya yang beriman.