Ilustrasi (Kedungademmu.id)

Kedungademmu.id
Pimpinan Pusat Muhammadiyah menegaskan bahwa penerapan kembali penjurusan di tingkat sekolah menengah atas (SMA) merupakan langkah strategis untuk memberi ruang bagi siswa mengembangkan potensi dan bakat mereka secara lebih terarah sejak dini.

Sebagaimana diketahui, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah serta mewujudkan akses pendidikan berkualitas bagi semua kembali mengevaluasi penerapan sistem peminatan di jenjang SMA—sebuah kebijakan yang sempat dicabut agar siswa memiliki kesempatan mempelajari berbagai bidang ilmu sebelum akhirnya menentukan satu fokus studi.

Dikutip dari Muhammadiyah.or.id, Ketua PP Muhammadiyah Irwan Akib berpandangan bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik serta minat yang berbeda, sehingga penjurusan memungkinkan fokus mendalami bidang yang paling diminati, daripada memaksakan pembelajaran serba umum yang kerap membuat siswa terbebani.

Sebelumnya, sistem penjurusan sempat dihapuskan guna memberikan keleluasaan mempelajari semua mata pelajaran; namun evaluasi menunjukkan pendekatan itu belum sepenuhnya efektif dalam memfasilitasi pengenalan dan pendalaman bakat siswa secara spesifik. Dengan penjurusan IPA, IPS, atau Bahasa yang akan diberlakukan kembali mulai tahun ajaran 2025/2026, siswa akan mengikuti tes kemampuan akademik sesuai rumpun ilmu yang dipilih, sehingga hasil pembelajaran diharapkan lebih relevan dan terukur.

Manfaat nyata dari kebijakan ini antara lain peningkatan motivasi belajar karena materi yang diajarkan sesuai minat pribadi, perencanaan pendidikan lanjutan yang lebih jelas, serta persiapan karier yang lebih matang. Penjurusan juga penting untuk mengakomodir kecocokan siswa dengan program studi perguruan tinggi, mencegah putus kuliah akibat stres berpindah jurusan di masa depan.

Di level kebijakan internal Muhammadiyah, Irwan Akib menyarankan perubahan nomenklatur jurusan Bahasa menjadi Sastra Humaniora, agar mata pelajaran bahasa tetap diajarkan sebagai kompetensi dasar di semua jurusan, sementara ruang studi sastra, filsafat, dan ilmu sosial dilokalkan dalam satu rumpun khusus yang mencerminkan enfoque humaniora.

”Siswa sejak menetapkan jurusan yang mereka minati, sudah dapat juga menetukan kemana arah yang dia akan tuju ketika melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi nantinya,” kata Irwan.

Hal ini juga bertujuan menjauhkan sistem penjurusan dari stigma bahwa jurusan IPA identik dengan “anak pintar” dan jurusan Bahasa atau IPS dipandang “kelas dua,” sebuah pandangan yang harus dihindari karena melemahkan semangat siswa.

Untuk memastikan keberhasilan implementasi, kepala sekolah dan guru dituntut memberikan pendampingan intensif agar pilihan jurusan benar-benar mencerminkan minat dan potensi siswa, bukan tekanan eksternal semata. Sekolah juga wajib menyiapkan fasilitator, sarana, dan sumber daya manusia yang kompeten agar kurikulum jurusan dapat dijalankan secara optimal dan inklusif bagi seluruh peserta didik.

Dengan dukungan penuh dari pemerintah, pemangku kepentingan, serta kolaborasi aktif antara pendidik dan orang tua, PP Muhammadiyah optimis bahwa kebijakan penjurusan di SMA akan membentuk generasi muda yang percaya diri, terampil, dan siap menghadapi tantangan masa depan secara terarah.