![]() |
(www.unplash.com) |
Oleh: M. Yanzhuril Ghulam Miraza
Pertama Fatwa dan Rujukan Ulama
Dalam fatwa yang dikeluarkan oleh Lajnah Daimah lil-Ifta’ wa al-Buhuts al-‘Ilmiyyah di Qatar, disebutkan bahwa memberikan bantuan—baik fasilitas maupun biaya—kepada anak yang sudah menikah termasuk dalam kategori sedekah tathawwu’ (sunnah). Bahkan, apabila anak tersebut menanggung utang, bantuan boleh diambil dari zakat maal sesuai ketentuan syariat.
“Bantuan kepada anak menikah, baik yang mampu maupun yang kekurangan, termasuk amal kebaikan yang dianjurkan,” terang Fatwa No. 99806.
Kedua Urutan Kekerabatan dalam Fikih
Menurut literatur fikih klasik (Shahih Fiqih Sunnah 3/427; Fikih Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah fil-Miirots wal-Wiqoyah, hal. 106–107), derajat kekerabatan dibagi menjadi:
Bunuwwah: anak, cucu, dst.
Ubuwwah: orang tua, kakek/nenek, dst.
Ukhuwwah: saudara kandung, keponakan, dst.
‘Umumah: paman/bibi, dst.
Anak (bunuwwah) menempati kedekatan tertinggi, lebih utama daripada saudara ipar (yang termasuk ukhuwwah).
Ketiga Pertimbangan Kondisi Ekonomi
Meskipun secara kekerabatan anak lebih dekat, ulama menekankan bahwa kondisi kebutuhan pihak yang akan dibantu juga penting:
Kondisi Setara: Jika anak menikah dan adik ipar yatim sama-sama membutuhkan, anak mendapat prioritas karena derajat kekerabatan lebih dekat.
Kebutuhan Lebih Besar pada Yatim: Jika adik ipar yatim dalam kondisi jauh lebih memerlukan—misalnya tanpa dukungan ayah—maka membantu adik ipar menjadi lebih utama, mengingat keutamaan sedekah kepada anak yatim.
Keempat Hikmah dan Kisah Inspiratif
Kisah Abu Bakar Ash‑Shiddiq yang sempat menghentikan bantuan kepada sepupunya Misthah bin Utsatsah pasca-fitnah ‘ifk’ menunjukkan pentingnya menjaga tali persaudaraan. Allah kemudian menurunkan Surat An‑Nur ayat 22 yang memerintahkan:
“…dan bermaafanlah kamu; apakah kamu tidak menyukai bahwa Allah mengampunimu?…” (QS An‑Nur: 22)
Ayat ini mengingatkan umat Islam agar tidak putus memberi maaf dan bantuan kepada kerabat, termasuk dalam bentuk sedekah.