(www.unplash.com)


Oleh: Samsul Arifin

Kedungademmu.idSetelah masa diskon tarif listrik berakhir, masyarakat kembali dihadapkan pada kenaikan biaya yang harus dibayar setiap bulan. Kenaikan ini berdampak luas, mulai dari rumah tangga sederhana hingga pelaku usaha kecil yang sangat bergantung pada listrik. Meskipun pemerintah dan PLN beralasan bahwa penyesuaian tarif dilakukan untuk menyesuaikan dengan kondisi ekonomi dan harga energi global, pertanyaan besar tetap muncul: apakah kenaikan ini adil dan berpihak pada rakyat kecil?

Dalam Islam, keadilan adalah prinsip utama dalam pengambilan kebijakan. Allah Swt berfirman:

"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan..."
(QS. An-Nahl: 90)

Ayat ini menegaskan bahwa segala keputusan, termasuk kebijakan publik, harus dilandasi oleh keadilan dan kebajikan. Jika kebijakan kenaikan tarif listrik justru menambah beban kaum lemah, maka perlu dikaji ulang apakah kebijakan itu sudah sesuai dengan semangat keadilan yang diajarkan Islam.

Selain itu, dalam pengelolaan sumber daya alam—termasuk energi listrik—negara memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan akses yang merata bagi semua warga. Rasulullah Saw bersabda:

"Kaum Muslimin berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api (energi)." (HR. Abu Dawud)

Listrik sebagai bentuk energi modern termasuk dalam kategori "api" yang disebut Rasulullah. Artinya, listrik adalah kebutuhan dasar yang seharusnya bisa diakses oleh semua orang secara adil dan terjangkau. Ketika tarif naik tanpa mempertimbangkan daya beli masyarakat kecil, maka ini bisa menjadi bentuk ketidakadilan distribusi energi.

Kenaikan tarif listrik pasca diskon harus dikaji secara lebih menyeluruh. Tidak hanya dari sisi ekonomi, tetapi juga moral dan sosial. Keadilan sosial sebagaimana diajarkan dalam Islam harus menjadi landasan. Negara wajib menjaga keseimbangan antara kebutuhan operasional dan perlindungan terhadap rakyat kecil, agar kebijakan energi benar-benar berpihak pada kemaslahatan umat.