![]() |
Maryono Budi Santoso (nomor tiga dari kanan) saat bertugas bersama rekan-rekan Kokam. (Dokumentasi Kokam Kota Malang) |
"Kalau saya ada acara Kokam, biasanya yang menggantikan pekerjaan saya ya anak saya yang sudah meninggal itu," ucap Pak Maryono lirih, mengenang putranya yang wafat April lalu
Meski berduka, Pak Maryono tak meninggalkan barisan. Ia tercatat bergabung dengan Kokam pada 2017, ketika PDPM Kota Malang di bawah kepemimpinan Ahmad Shobrun Jamil menghidupkan kembali organisasi ini yang sempat vakum. Saat itu, tak ada satu pun warga dari ranting Cemorokandang yang mendaftar—kecuali dirinya.
“Waktu itu saya langsung mendaftar. Hanya saya sendiri dari ranting,” kenangnya. Usianya kala itu sudah 60 tahun.
Tak hanya mendaftar, Pak Maryono bahkan mengikuti pelatihan pembaretan dan dinyatakan lulus pada tahun 2018 di Depo Pendidikan Bela Negara, Rampal, Malang. Sejak saat itu, ia setia terlibat dalam berbagai kegiatan penjagaan dan pengamanan.
Uniknya, Pak Maryono tak pernah memusingkan soal uang transportasi. “Saya sudah komitmen kepada keluarga. Kalau ada tugas dari komandan, saya berangkat. Masalah diberi uang atau tidak, bukan urusan saya,” tuturnya mantap.
Bertahan dengan Usaha Sendiri
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia berjualan kue kering, terutama menjelang Lebaran. Ia memanfaatkan grup WhatsApp untuk memasarkan dagangannya, meski sempat ditegur karena dianggap melanggar etika grup.
“Saya bilang, saya anggota Kokam. Supaya tidak membebani panitia acara saat bertugas, lebih baik saya cari rezeki sendiri. Sejak itu, saya diizinkan berjualan,” jelasnya. Selain itu, ia juga menjalankan usaha pengurukan tanah dengan menyediakan truk.
Ketekunan dan keikhlasan Pak Maryono ternyata membuahkan hasil. Ia mengaku, ada seorang dermawan—yang dikenalnya saat aktif di Kokam—mengiriminya beras setiap bulan. “Saya anggap itu berkah dari pengabdian saya,” ujarnya.
Meski sempat dicibir karena mengenakan seragam Kokam yang mirip militer, ia menanggapinya dengan santai. “Saya tunjukkan sertifikat dan foto pembaretan bersama anggota TNI. Saya ikut pelatihan resmi, bukan sekadar bergaya,” katanya.
Tak Pernah Pensiun dari Pengabdian
Pak Maryono bertekad akan terus mengabdi di Kokam selama tidak ada batasan usia. Ia berharap, generasi muda Kokam bisa menjaga kerapian seragam dan menumbuhkan semangat pengabdian yang tulus, bukan karena uang semata.
“Kalau cuma cari uang transport, tidak akan bertahan lama. Harus ada rasa ikhlas dan cinta terhadap perjuangan,” pesannya.
Dalam diam dan kerjanya yang senyap, Pak Maryono menunjukkan bahwa pengabdian sejati tak pernah mengenal usia. Ia bukan hanya anggota tertua di Kokam, tapi juga simbol kesetiaan dan keteguhan yang patut diteladani.