![]() |
M. Yazid Mar’i Disampaikan dalam Khutbah Iduladha di Masjid Al-Ghonim PCM Trucuk Bojonegoro (Istimewa/kedungademmu.id) |
Oleh : M. Yazid Mar’i Wakil Ketua PDM Bojonegoro Koordinator Bidang Didkdasmen dan Pendidikan Non Formal
"Maka tatkala anak itu (Ismail) telah mencapai umur dewasa. (Nabi Ibrahim berkata): Wahai anakku, sungguh aku melihat dalam tidurku bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu. Ia menjawab: Wahai ayahku, laksanakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insyaAllah engkau akan mendapati aku termasuk orang-orang yang sabar.”
Betapa tidak terguncangnya hati seorang ayah yang diminta mengorbankan anak yang telah lama dinantikan, lahir di tengah kegersangan padang pasir, dan tumbuh menjadi pemuda saleh. Namun, keikhlasan dan ketaatan Nabi Ibrahim, Siti Hajar, dan Nabi Ismail menjelma menjadi teladan sepanjang masa: keluarga yang tunduk sepenuhnya pada perintah Allah, tanpa syarat, tanpa penolakan.
Ketaatan total itulah yang kemudian diganti oleh Allah dengan seekor domba besar. Bukan karena Allah butuh sembelihan, melainkan untuk menunjukkan bahwa ketaatan yang tulus akan selalu dibalas dengan kemuliaan.
Refleksi Umat Nabi Muhammad Saw
Kini, bagaimana dengan kita—umat Nabi Muhammad SAW? Ketika diperintahkan untuk berqurban pada Hari Nahr, apakah kita menyambutnya dengan semangat ketaatan, atau justru enggan dan enggan berbagi meski telah dianugerahi kelapangan rezeki?
Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa yang memiliki kelapangan (rezeki), namun tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.”
(HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Lebih dari itu, qurban yang kita tunaikan hari ini akan menjadi saksi kebaikan kita di hari akhir. Sabda Nabi SAW:
“Tidak ada amal anak Adam yang lebih dicintai Allah pada hari Iduladha selain menyembelih qurban. Sesungguhnya hewan qurban itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduknya, bulunya, dan kukunya. Dan sungguh darahnya akan sampai kepada Allah sebelum menetes ke bumi.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Qurban dan Shalat: Dua Pilar Penghambaan
Allah bahkan menyandingkan perintah berqurban dengan shalat dalam satu ayat penuh makna:
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah.” (QS. Al-Kautsar: 2)
Ibn Taimiyah menafsirkan ayat ini sebagai bukti bahwa qurban merupakan wujud nyata dari ketundukan, syukur, dan penghambaan seorang hamba kepada Rabb-nya.
Qurban adalah manifestasi ketaatan. Siapa yang menunaikannya, ia termasuk orang-orang yang bersyukur dan tunduk. Siapa yang menolaknya padahal mampu, ia telah menolak nikmat Allah dengan kelalaian. Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?