Logo Milad ke-113 Muhammadiyah (Muhammadiyah.or.id/Kedungademmu.id)

Kedungademmu.id
Pada 18 November 2025 nanti, Persyarikatan Muhammadiyah genap berusia 113 tahun sejak berdirinya pada 1912.

Dalam momentum bersejarah ini, Muhammadiyah mengusung tema “Memajukan Kesejahteraan Bangsa” sebagai refleksi dari perjalanan panjang dakwah dan kontribusinya bagi kemajuan umat serta bangsa Indonesia.

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Haedar Nashir, dikutip dari Muhammadiyah.or.id menjelaskan bahwa tema Milad ke-113 ini memiliki dua tujuan utama.

Pertama, Muhammadiyah ingin memperkuat dan memperluas kiprah gerakan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pendekatan sosial-ekonomi yang berlandaskan kesejahteraan rohaniah—kesejahteraan yang utuh, lahir dan batin, seimbang antara spiritual dan moral.

Kedua, Muhammadiyah berkomitmen untuk mendorong dan mendukung kebijakan pemerintah yang berorientasi pada terwujudnya kesejahteraan umum, sebagaimana amanat UUD 1945 dan sejalan dengan sila kelima Pancasila: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Haedar menuturkan, peringatan Milad tahun ini berlangsung di tengah dinamika kebangsaan yang kompleks, yang menuntut kesadaran kolektif untuk terus memperjuangkan cita-cita nasional: Indonesia yang benar-benar merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.

Sejak awal berdirinya, Muhammadiyah aktif dalam gerakan kebangkitan nasional menuju kemerdekaan dan turut berperan penting dalam membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Karena itu, menurut Haedar, komitmen kebangsaan Muhammadiyah tidak terpisahkan dari nilai-nilai keislaman yang menjadi dasar perjuangannya. Cita-cita tersebut sejalan dengan spirit “baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur”—sebuah gambaran ideal tentang negara yang indah, bersih, makmur, dan berada dalam naungan ampunan Allah Swt.

Haedar menegaskan, komitmen Muhammadiyah dalam memajukan kesejahteraan bangsa berakar kuat dalam Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah.

Di dalamnya tertulis prinsip bahwa, “Masyarakat yang sejahtera, aman, damai, makmur, dan bahagia hanya dapat diwujudkan di atas keadilan, kejujuran, persaudaraan, dan gotong royong, bertolong-tolongan di atas hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh setan dan hawa nafsu.”

Sementara itu, dalam Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (MKCH) disebutkan bahwa Islam adalah agama Allah yang diturunkan kepada para rasul sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad saw., sebagai hidayah dan rahmat bagi umat manusia sepanjang masa, yang menjamin kesejahteraan hidup materiil dan spiritual, duniawi dan ukhrawi.

Dalam Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah, sejumlah langkah usaha organisasi secara eksplisit diarahkan pada upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Di antaranya:
  • Memberdayakan perempuan dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan kesejahteraan sosial;
  • Memajukan perekonomian dan kewirausahaan menuju kehidupan yang lebih berkualitas;
  • Meningkatkan kualitas kesehatan, pertolongan kemanusiaan, dan kesejahteraan masyarakat; serta
  • Mengembangkan dan mendayagunakan sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk kemaslahatan bersama.

Haedar menjelaskan bahwa istilah “kesejahteraan” atau “sejahtera” memiliki makna yang luas—mencakup keamanan, keselamatan, dan ketenteraman. Dalam konteks sosial dan ekonomi, kesejahteraan bukan sekadar kondisi materi, melainkan keadaan ketika manusia hidup makmur, sehat, damai, dan bermartabat.

Kesejahteraan, menurut Muhammadiyah, juga berkaitan erat dengan perintah konstitusi negara, sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu “memajukan kesejahteraan umum.”

“Bangsa Indonesia setelah merdeka harus maju kesejahteraannya secara merata bagi seluruh rakyat, bukan hanya sebagian golongan, apalagi kelompok kecil,” tegas Haedar.

Ia menambahkan, kesenjangan sosial-ekonomi yang masih nyata hingga kini menuntut adanya kebijakan strategis dan praksis dari pemerintah agar kesejahteraan benar-benar dirasakan secara luas dan merata oleh seluruh rakyat Indonesia.