![]() |
Ilustrasi; siswa sekolah Muhammadiyah sedang belajar di dalam kelas (Muhammadiyah.or.id/Kedungademmu.id) |
Kedungademmu.id—Dunia pendidikan Indonesia bersiap menghadapi perubahan penting. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) memastikan bahwa mulai tahun ajaran 2027/2028, Bahasa Inggris akan menjadi mata pelajaran wajib di jenjang sekolah dasar (SD/MI), khususnya untuk kelas 3 hingga kelas 6.
Langkah ini menandai babak baru dalam upaya membentuk generasi muda yang lebih siap beradaptasi dengan dunia global dan berdaya saing di tengah kemajuan teknologi.
Kebijakan ini bukan keputusan spontan. Kemendikdasmen menjelaskan bahwa rencana pemberlakuan Bahasa Inggris di SD telah disiapkan secara bertahap melalui regulasi pendidikan nasional.
Dasar hukumnya tertuang dalam Permendikbudristek No. 12 Tahun 2024 dan Permendikdasmen No. 13 Tahun 2025, yang mengatur strategi kurikulum serta pelatihan guru agar pelaksanaannya berjalan efektif.
“Penguasaan Bahasa Inggris sejak dini merupakan bekal penting agar anak Indonesia mampu berinteraksi dengan dunia global dan tidak tertinggal dalam arus informasi,” demikian pernyataan Kemendikdasmen dalam keterangan resminya.
Bahasa Inggris bukan hanya sekadar alat komunikasi internasional, tetapi juga bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam era digital yang serba terhubung, kemampuan berbahasa Inggris memberi akses yang lebih luas terhadap pengetahuan, sumber belajar global, dan peluang karier di masa depan.
Kemendikdasmen menilai, memulai pembelajaran Bahasa Inggris sejak SD akan mempercepat pembiasaan linguistik anak, karena masa usia dasar merupakan periode emas perkembangan bahasa.
Selain itu, banyak negara di Asia Tenggara telah lama menerapkan kebijakan serupa—dan hasilnya terlihat dalam peningkatan kemampuan literasi global siswa mereka.
Meski arah kebijakannya sudah jelas, tantangan implementasi tetap besar. Salah satu yang paling mendasar adalah ketersediaan guru Bahasa Inggris di seluruh wilayah Indonesia.
Untuk itu, pemerintah tengah menyiapkan program pelatihan intensif bagi guru SD, termasuk dukungan materi ajar dan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakter anak.
Pelatihan ini menekankan pendekatan komunikatif dan kontekstual, bukan sekadar hafalan kosa kata. Anak-anak akan diajak berinteraksi, bermain, dan berekspresi dalam Bahasa Inggris dengan cara yang menyenangkan.
Di sisi lain, sekolah juga perlu memperkuat infrastruktur pembelajaran—mulai dari buku ajar, media digital, hingga integrasi Bahasa Inggris dalam kegiatan ekstrakurikuler. Kolaborasi antara pemerintah daerah, guru, dan komunitas pendidikan lokal menjadi faktor penentu keberhasilan kebijakan ini.
Tak dapat dimungkiri, kebijakan ini menuntut adaptasi besar. Di daerah-daerah dengan keterbatasan tenaga pendidik, pelaksanaan wajib Bahasa Inggris mungkin berjalan lebih lambat.
Namun, justru di sinilah peluang terbuka: pemanfaatan teknologi pendidikan dapat menjadi solusi untuk menjangkau daerah-daerah yang belum memiliki guru kompeten.
Platform digital, video interaktif, dan kolaborasi daring memungkinkan pembelajaran Bahasa Inggris menjadi lebih merata. Dengan dukungan yang tepat, anak-anak dari berbagai pelosok Indonesia berkesempatan memiliki kemampuan bahasa yang setara.
Kebijakan wajib Bahasa Inggris di SD bukan semata urusan kurikulum, melainkan juga visi besar bangsa untuk membentuk generasi yang percaya diri, berdaya saing, dan berwawasan global.
Langkah ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), terutama dalam memastikan pendidikan berkualitas dan inklusif bagi semua anak.
Pemerintah optimistis bahwa dengan persiapan matang, dukungan masyarakat, dan penguatan kapasitas guru, pelaksanaan kebijakan ini dapat menjadi fondasi baru bagi sistem pendidikan nasional.
Mulai tahun ajaran 2027/2028, ruang kelas di seluruh Indonesia akan menjadi saksi perubahan: anak-anak tidak hanya belajar menghitung dan membaca, tetapi juga mengucapkan kalimat pertama mereka dalam bahasa dunia—“Hello, how are you?”