Kegiatan yang dimulai pukul 08.00 WIB ini menghadirkan dua narasumber utama, yaitu Wulida Azmiyya El Rifqiya, psikolog klinis, dan Zuhrotun Ulya, psikiater dari RS Universitas Brawijaya. Acara ini diikuti oleh sekitar 50 peserta dari berbagai kalangan.
Peran Pola Asuh Positif dalam Pembentukan Karakter Anak
Pemateri pertama, Wulida Azmiyya El Rifqiya, menyampaikan materi bertema “Peran Pola Asuh Positif dalam Membentuk Karakter Anak dan Remaja di Era Digital.”
Menurutnya, orang tua memiliki peran penting dalam membentuk karakter anak melalui tiga aspek utama dalam pengasuhan, yaitu asah, asih, dan asuh.
“Dalam pengasuhan, anak perlu diperhatikan dari sisi perkembangan fisik, kognitif, dan sosioemosional. Semua itu harus berjalan seimbang agar anak tumbuh optimal,” jelas alumnus Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) tersebut.
Ia menambahkan, keseimbangan antara kebutuhan dan perkembangan anak menjadi kunci tumbuh kembang yang sempurna. Wulida juga mengutip ayat-ayat Al-Qur’an, di antaranya dari Surat Al-Baqarah dan At-Tahrim, tentang tanggung jawab orang tua dalam mendidik anak dengan rezeki yang halal dan pengasuhan yang benar.
“Keluarga memiliki peran sentral dalam pengasuhan. Gaya komunikasi antara orang tua dan anak harus terbuka agar anak mampu mengekspresikan emosinya dengan baik,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Wulida menjelaskan tiga tipe pola pengasuhan, yaitu otoriter, demokratis, dan permisif. Dari ketiganya, pola demokratis dianggap paling ideal karena mendukung bakat anak dengan tetap memberikan batasan yang jelas.
“Asuhlah anak sesuai zamannya, namun tetap dalam koridor nilai-nilai yang benar,” pesannya. Ia juga menekankan pentingnya literasi digital agar orang tua mampu mendampingi anak secara bijak dalam penggunaan gawai.
Kesehatan Mental Anak, Tanggung Jawab Bersama
Narasumber kedua, Zuhrotun Ulya, memaparkan materi berjudul “Kesehatan Mental dalam Keluarga: Deteksi Dini, Pertolongan Pertama Psikologis, dan Peran Orang Tua sebagai Support System.”
Dalam paparannya, ia menekankan pentingnya memberikan rasa aman dan dukungan emosional kepada anak di lingkungan keluarga.
“Orang tua perlu mendengarkan anak tanpa menghakimi, memberi contoh emosi yang sehat, dan hadir penuh, bukan hanya secara fisik tetapi juga secara emosional,” ujarnya.
Zuhrotun juga menjelaskan tanda-tanda anak yang memerlukan bantuan profesional, seperti menarik diri dari lingkungan, mengalami gangguan makan dan tidur, sering menangis tanpa sebab, atau menunjukkan tanda-tanda keputusasaan.
“Jika anak mulai berbicara tentang keputusasaan atau kematian, orang tua perlu segera melakukan pendampingan lebih lanjut,” tambahnya.
Pada sesi tanya jawab, Wulida kembali memberikan tips praktis bagi peserta terkait penggunaan gawai pada anak. Ia menyarankan agar anak mulai diperkenalkan pada gadget setelah mampu berkomunikasi, yaitu sekitar usia tiga tahun, dengan pengawasan dan batasan yang jelas dari orang tua.
Menyiapkan Keluarga Tangguh di Era Digital
Melalui kegiatan ini, PDNA Kota Malang berharap dapat memperkuat peran keluarga, khususnya para ibu dan pendidik, dalam membangun generasi yang cerdas, tangguh, dan bermental sehat di tengah derasnya arus digitalisasi.

