Menurut Dahnil, roh pertama gerakan Muhammadiyah adalah tajdid, yakni semangat pembaruan. “Tajdid adalah roh untuk melakukan pembaruan. Muhammadiyah senantiasa melakukan perubahan dan adaptif terhadap perkembangan zaman,” ujar Dahnil. Meskipun adaptif, Muhammadiyah tetap berpegang pada nilai-nilai dasar agar tidak tercerabut dari akar dan identitasnya.
Roh kedua adalah jihad, yaitu kesungguhan dalam beramal. Kesungguhan ini menjadi dasar Muhammadiyah dalam menjalankan berbagai amal usaha, mulai dari pendidikan, rumah sakit, hingga program kesejahteraan masyarakat lainnya.
Sementara itu, roh ketiga adalah keikhlasan atau ruhul ikhlas. Dahnil menegaskan bahwa warga Muhammadiyah memiliki keikhlasan luar biasa dalam mengelola amal usaha. Seluruh aset yang dimiliki ranting, cabang, maupun daerah, secara resmi tercatat atas nama Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang menjadi bukti nyata dari keikhlasan tersebut.
“Roh ikhlas ini harus senantiasa dijaga oleh pengurus Muhammadiyah. Tanpa keikhlasan, potensi konflik, perebutan jabatan, dan perselisihan dapat muncul,” tegas Dahnil.
Ia mengajak seluruh anggota dan pengurus Muhammadiyah untuk melihat langsung potret ruhul ikhlas di lapangan. “Kalau Bapak dan Ibu ingin melihat ruhul ikhlas, datanglah ke Ranting dan Cabang Muhammadiyah. Mereka peduli bukan pada jabatan, tetapi bagaimana beramal dan mengabdi bagi Muhammadiyah,” ujarnya.
Pemaparan Dahnil ini menjadi pengingat penting bahwa karakteristik Muhammadiyah tajdid, jihad, dan ruhul ikhlas adalah fondasi keberlanjutan gerakan selama lebih dari satu abad, sekaligus menjadi inspirasi bagi generasi mendatang dalam mengembangkan amal usaha dan dakwah Muhammadiyah.

