Menurutnya, K.H. Ahmad Dahlan pada masa itu berani melakukan pembaruan pemikiran Islam ketika politik kolonial Belanda justru membatasi akses ilmu dan memecah kekuatan umat. Melalui sekolah-sekolah modern, penguatan akhlak, serta pemberdayaan sosial, Muhammadiyah menawarkan perlawanan intelektual yang jauh lebih tajam dibandingkan perlawanan fisik.
“Di tengah dominasi politik Belanda, Muhammadiyah hadir dengan visi mencerdaskan dan memartabatkan umat. Inilah bentuk perlawanan strategis yang sangat relevan untuk kita teladani hari ini,” ujar Moch Choirul Anam.
Ia menekankan bahwa keberanian K.H. Ahmad Dahlan untuk mengoreksi praktik keagamaan yang jumud, menghadirkan pendidikan inklusif, serta memperkuat solidaritas sosial, menjadi bukti bahwa perjuangan membebaskan umat dari kebodohan adalah juga perjuangan melawan kolonialisme.
“Muhammadiyah membuktikan bahwa melawan penindasan tidak selalu dengan senjata, tetapi dengan mencerdaskan rakyat, memandirikan ekonomi, dan membangun kesadaran beragama yang benar,” tambahnya.
Di Milad ke-113 ini, Moch Choirul Anam mengajak masyarakat Bojonegoro dan seluruh warga persyarikatan untuk meneruskan spirit pembebasan tersebut. Bukan lagi melawan penjajahan fisik, tetapi penjajahan gaya baru berupa kemiskinan, ketidaktahuan, dan ketidakadilan.
“Warisan perjuangan K.H. Ahmad Dahlan adalah energi moral yang terus relevan. Inilah saatnya kita menghidupkan kembali semangat keberanian dan pembaruan untuk memajukan kesejahteraan bangsa,” tutupnya.

