(www.unplash.com)

Kedungademmu.id— Dalam ajaran Islam, muamalah menempati posisi yang sangat penting karena berkaitan langsung dengan hubungan antarmanusia, khususnya dalam aktivitas ekonomi. Salah satu prinsip utama dalam muamalah adalah keadilan, kerelaan, dan kejujuran. Islam tidak hanya mengatur ibadah ritual, tetapi juga menata etika transaksi agar tidak ada pihak yang dirugikan. Salah satu konsep penting dalam muamalah adalah khiyar.

Makna Khiyar dalam Jual Beli

Khiyar adalah hak memilih bagi penjual dan pembeli untuk melanjutkan atau membatalkan transaksi jual beli selama masih dalam batas dan ketentuan syariat. Hak ini diberikan sebagai bentuk kasih sayang Islam agar transaksi tidak dilakukan dengan paksaan, penyesalan, atau ketidakjelasan.

Rasulullah saw. menganjurkan agar seseorang menerima kembali barang yang dikembalikan oleh pembeli yang menyesal. Hal ini menunjukkan betapa Islam menjunjung tinggi rasa empati dan keadilan. Bahkan, dalam hadis disebutkan bahwa siapa saja yang memudahkan urusan orang lain, maka Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat.

Menolong Saudara dari Kezaliman

Menolong dalam pandangan Islam tidak selalu berarti membantu seseorang melakukan sesuatu yang diinginkannya, tetapi juga mencegahnya dari perbuatan zalim. Rasulullah saw. bersabda bahwa menolong orang yang berbuat zalim adalah dengan melarang dan mencegahnya dari kezaliman tersebut. Prinsip ini sangat relevan dalam praktik jual beli, agar tidak ada unsur penipuan, pemaksaan, maupun ketidakjujuran.

Keteladanan Ulama Salaf dalam Muamalah

Dalam sejarah, para ulama dan orang-orang saleh terdahulu dikenal sangat berhati-hati dalam urusan muamalah. Mereka tidak tergesa-gesa menagih pembayaran dari orang miskin yang belum mampu. Bahkan, ada di antara mereka yang mempersilakan pembeli mengambil barang terlebih dahulu dan membayarnya ketika sudah memiliki kemampuan. Sikap ini mencerminkan akhlak mulia, rasa kasih sayang, serta kepercayaan yang tinggi.

Muamalah sebagai Ukuran Wara’ dan Akhlak

Muamalah yang baik menjadi cermin keimanan dan ketakwaan seseorang. Penampilan lahiriah seperti pakaian, ibadah yang tampak, atau tutur kata yang lembut belum cukup menjadi ukuran kebaikan seseorang. Umar bin Khattab r.a. menegaskan bahwa seseorang benar-benar dapat dikenal kepribadiannya melalui hubungan sosial, perjalanan bersama, dan muamalah dengan harta.

Oleh karena itu, kejujuran dalam jual beli, keringanan dalam menagih utang, serta keikhlasan dalam bertransaksi merupakan bukti nyata dari wara’ dan ketakwaan seorang hamba.

Kesimpulan

Khiyar dalam muamalah bukan sekadar aturan teknis dalam jual beli, tetapi merupakan wujud nyata nilai-nilai Islam yang menjunjung tinggi keadilan, kasih sayang, dan kemanusiaan. Dengan menerapkan prinsip khiyar, umat Islam diajak untuk membangun transaksi yang tidak hanya menguntungkan secara materi, tetapi juga bernilai ibadah dan membawa keberkahan.