(www.unplash.com)

Oleh: Gusliana, (Mahasiswa S2 Manajemen Pendidikan Universitas Pamulang)

Kedungademmu.id
Dalam perbincangan mengenai mutu pendidikan, perhatian publik kerap terfokus pada kurikulum, sarana dan prasarana, maupun capaian akademik peserta didik. Namun, ada satu unsur mendasar yang sering luput dari sorotan, padahal perannya sangat menentukan, yakni komunikasi efektif antara guru dan kepala sekolah. Hubungan komunikasi ini bukan sekadar proses penyampaian informasi, melainkan fondasi utama kepemimpinan pendidikan dan pembentukan iklim belajar yang sehat di sekolah.

Sekolah pada hakikatnya merupakan organisasi sosial yang kompleks. Guru tidak hanya berperan sebagai pelaksana kurikulum, tetapi juga sebagai aktor utama yang berinteraksi langsung dengan peserta didik. Di sisi lain, kepala sekolah memegang peran strategis sebagai pemimpin, pengarah visi, serta pengambil kebijakan. Ketika komunikasi antara guru dan kepala sekolah berjalan satu arah, kaku, dan berjarak, maka visi pendidikan berpotensi berhenti sebatas slogan. Sebaliknya, komunikasi yang efektif mampu menjembatani kebijakan dengan praktik pembelajaran di kelas.

Komunikasi efektif ditandai oleh keterbukaan, kejelasan pesan, serta adanya umpan balik yang sehat. Kepala sekolah yang hanya memosisikan diri sebagai pemberi instruksi cenderung menciptakan relasi hierarkis yang kering. Dalam situasi demikian, guru kerap merasa sekadar sebagai pelaksana perintah, bukan mitra profesional. Dampaknya cukup serius, mulai dari menurunnya motivasi kerja, terhambatnya inovasi pembelajaran, hingga tumbuhnya budaya kerja yang formalistis dan minim rasa memiliki terhadap sekolah.

Sebaliknya, kepala sekolah yang membangun komunikasi dialogis akan membuka ruang diskusi, mendengarkan aspirasi guru, serta menghargai pengalaman mereka di kelas. Guru tidak lagi diposisikan sebagai objek kebijakan, melainkan sebagai subjek yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Komunikasi dalam konteks ini menjadi sarana pemberdayaan. Guru merasa diakui kompetensinya sehingga terdorong untuk lebih kreatif, bertanggung jawab, dan berkomitmen terhadap kemajuan sekolah.

Dari sudut pandang kinerja sekolah, komunikasi yang efektif berkontribusi langsung terhadap peningkatan mutu pembelajaran. Tidak sedikit persoalan pendidikan yang sesungguhnya berakar dari miskomunikasi, seperti kebijakan yang tidak dipahami guru, program sekolah yang tidak selaras dengan kebutuhan kelas, atau evaluasi yang disampaikan tanpa kejelasan tujuan. Ketika kepala sekolah mampu menyampaikan arah kebijakan secara transparan dan guru diberi ruang untuk bertanya serta memberi masukan, maka kebijakan tersebut lebih mudah diimplementasikan secara optimal.

Selain itu, komunikasi efektif juga berperan penting dalam pengelolaan konflik. Konflik di lingkungan sekolah merupakan hal yang tidak terelakkan, baik terkait pembagian tugas, penilaian kinerja, maupun perbedaan pandangan pedagogis. Persoalannya bukan pada ada atau tidaknya konflik, melainkan pada cara mengelolanya. Kepala sekolah yang komunikatif dan empatik cenderung mampu meredam konflik sebelum berkembang menjadi persoalan personal. Guru pun merasa aman untuk menyampaikan perbedaan pendapat tanpa takut dicap negatif.

Di tengah tantangan zaman yang terus berubah, kompleksitas komunikasi antara guru dan kepala sekolah semakin meningkat. Era digital, tuntutan administrasi yang tinggi, serta tekanan capaian mutu sering kali mereduksi komunikasi menjadi pesan singkat melalui aplikasi percakapan atau surat edaran formal. Pola komunikasi semacam ini rawan disalahartikan dan kehilangan sentuhan emosional. Padahal, komunikasi yang efektif menuntut lebih dari sekadar kecepatan, tetapi juga kehadiran, empati, dan pemahaman konteks.

Pada titik inilah kualitas kepemimpinan kepala sekolah diuji. Kepala sekolah tidak cukup hanya memiliki kemampuan manajerial, tetapi juga kecerdasan komunikasi. Kemampuan mendengarkan secara aktif, menyampaikan kritik secara konstruktif, serta memberikan apresiasi atas kinerja guru merupakan keterampilan kepemimpinan yang esensial. Tanpa itu, sekolah akan sulit berkembang sebagai komunitas belajar yang sehat dan berkelanjutan.

Namun demikian, tanggung jawab membangun komunikasi yang efektif tidak sepenuhnya berada di pundak kepala sekolah. Guru juga memiliki peran penting sebagai mitra dialog yang aktif dan profesional. Guru perlu berani menyampaikan gagasan, refleksi, maupun kritik dengan cara yang etis, santun, dan solutif. Komunikasi yang efektif adalah proses dua arah yang menuntut kedewasaan dan keterbukaan dari kedua belah pihak.

Pada akhirnya, hubungan komunikasi yang efektif antara guru dan kepala sekolah merupakan investasi jangka panjang bagi peningkatan mutu pendidikan. Ia membentuk budaya sekolah yang terbuka, saling percaya, dan berorientasi pada pembelajaran. Sekolah dengan komunikasi yang sehat cenderung lebih adaptif terhadap perubahan dan lebih tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan. Sebab, di balik kebijakan yang baik dan program yang ambisius, selalu ada dialog yang jujur, setara, dan bermakna.

Jika kita sungguh ingin membangun sekolah yang manusiawi dan bermutu, maka memperkuat komunikasi antara guru dan kepala sekolah bukanlah pilihan tambahan, melainkan kebutuhan mendasar. Pendidikan yang berkualitas tidak lahir dari perintah yang keras, melainkan dari dialog yang saling menguatkan dan menumbuhkan kepercayaan.