(www.unplash.com)

Kedungademmu.id
Dalam khazanah keilmuan Islam, persoalan harta tidak hanya dipandang sebagai urusan duniawi semata, tetapi juga sebagai amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. Hal inilah yang banyak dibahas dalam karya-karya tasawuf klasik, salah satunya dalam Ihya’ Ulumuddin karya Imam Al-Ghazali. Pada pembahasan ini, Imam Al-Ghazali mengulas secara mendalam tentang sikap orang-orang sufi terhadap harta, amanah, dan kehati-hatian dalam mengelola titipan umat.

Harta yang dikumpulkan dari umat baik berupa makanan, uang, maupun kebutuhan lainnya pada dasarnya merupakan hak orang-orang fakir dan mustahik. Oleh karena itu, para pengelola harta tersebut tidak boleh bersikap serampangan, apalagi memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi. Imam Al-Ghazali menegaskan bahwa orang yang diberi amanah mengelola harta umat harus benar-benar memastikan bahwa apa yang dikonsumsi atau digunakan telah jelas kehalalannya dan tidak bercampur dengan hal-hal yang syubhat.

Dalam pandangan tasawuf, kehati-hatian (wara’) menjadi prinsip utama. Seorang sufi sejati akan menghindari segala sesuatu yang berpotensi menimbulkan keraguan, meskipun secara lahiriah tampak dibolehkan. Hal ini dilakukan untuk menjaga kebersihan hati dan keikhlasan dalam beribadah. Bahkan, apabila terdapat keraguan tentang asal-usul suatu harta, maka jalan terbaik adalah mengembalikannya kepada pemiliknya atau menyalurkannya sesuai dengan tujuan awal pemberian.

Imam Al-Ghazali juga menyoroti pentingnya keadilan dalam pendistribusian harta. Tidak dibenarkan adanya perlakuan istimewa atau pengutamaan kelompok tertentu tanpa alasan yang benar. Amanah hanya dapat dijaga apabila disertai rasa takut kepada Allah Swt. dan kesadaran bahwa setiap perbuatan, sekecil apa pun, akan dimintai pertanggungjawaban.

Pada akhirnya, pembahasan ini mengajarkan bahwa kekayaan bukanlah ukuran kemuliaan seseorang. Justru sikap hati-hati, jujur, dan amanah dalam mengelola harta itulah yang menjadi cerminan ketakwaan. Tasawuf mengajak manusia untuk tidak sekadar memiliki harta, tetapi juga mampu menjaga dan menempatkannya sesuai dengan nilai-nilai ilahiah demi kemaslahatan bersama.