Kegiatan tersebut berlangsung di Warkop Bersahaja, Ciputat Timur. Warung kopi yang akrab di kalangan anak muda itu menjelma menjadi ruang diskusi kritis, tempat obrolan santai berkembang menjadi refleksi mendalam mengenai peran strategis pemuda dalam perubahan sosial. Suasana informal justru menjadi kekuatan utama forum ini karena membuka dialog tanpa sekat formalitas.
Tema “Movement 5.0: Dari Wacana ke Perubahan Nyata” diangkat sebagai respons atas fenomena maraknya diskusi di kalangan pemuda yang kerap berhenti pada tataran gagasan. Forum ini mendorong kesadaran bahwa gerakan pemuda membutuhkan keberanian untuk mengeksekusi ide secara terukur dan berkelanjutan. Era digital memang membuka peluang kolaborasi lintas ruang, tetapi tanpa arah yang jelas, potensi tersebut berisiko kehilangan dampak nyata.
Sebagai kawasan urban multikultural, Ciputat Timur menyimpan dinamika sosial yang kompleks. Persoalan ekonomi, sosial, hingga politik hadir berdampingan dengan potensi besar komunitas pemuda yang aktif dan berjejaring. Dalam konteks tersebut, Ngopi Bermisi dipandang relevan sebagai ruang konsolidasi gagasan sekaligus laboratorium awal gerakan berbasis komunitas.
Diskusi dibuka oleh Muhammad Hilmi Zuhdi, penggerak Muda Bersabda, yang menyoroti pentingnya narasi digital dalam membangun empati publik. Ia menegaskan bahwa perubahan sosial kerap bermula dari cerita-cerita sederhana yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Menurutnya, pemuda memiliki modal kuat untuk menggerakkan isu kemanusiaan melalui konten kreatif, storytelling, serta kampanye sosial yang konsisten dan beretika. Narasi yang jujur dan berkelanjutan diyakini mampu membangun kesadaran publik secara perlahan, namun berdampak.
Pandangan tersebut diperkuat oleh Nirwan Dwi Putra, Ketua TIDAR (Tunas Indonesia Raya) Ciputat Timur. Ia menekankan bahwa gerakan pemuda tidak selalu harus lahir dari struktur formal atau organisasi besar. Keberanian mengambil peran saat masyarakat membutuhkan kehadiran pemuda justru menjadi titik awal perubahan. Modal sosial pemuda Ciputat Timur berupa jejaring komunitas, pengalaman lapangan, serta kepedulian terhadap isu lokal dinilai sebagai kekuatan yang perlu dikelola secara kolektif.
Gagasan tersebut sejalan dengan pandangan Rahayu Saraswati, tokoh nasional yang kerap menegaskan pentingnya peran strategis generasi muda dalam pembangunan bangsa. TIDAR diposisikan sebagai ruang kontribusi sekaligus corong suara pemuda, tempat anak muda dapat mengembangkan kapasitas diri dan mengambil peran aktif dalam menentukan arah masa depan Indonesia. Keterlibatan pemuda dalam ranah publik, termasuk politik, dipandang sebagai kebutuhan, bukan sekadar pilihan.
Isu regenerasi kepemimpinan menjadi benang merah dalam forum ini. Ajakan menyongsong Indonesia Emas 2045 disampaikan dengan penekanan bahwa pemuda tidak seharusnya hanya menjadi penonton sejarah. Persiapan kepemimpinan perlu dilakukan sejak dini melalui penguatan kapasitas, keberanian mengambil tanggung jawab, serta komitmen pada nilai-nilai keberpihakan sosial.
Dimensi akademik turut memperkaya diskusi melalui pemaparan Yusrandy Rumuar, akademisi muda sekaligus staf Bidang Akademik Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Ia menilai pemahaman konteks sosial yang komprehensif menjadi kunci agar gerakan pemuda tidak bersifat reaktif dan sesaat. Kampus dipandang memiliki peran strategis sebagai ruang pembentukan karakter intelektual, tempat gagasan diuji secara kritis sebelum diwujudkan menjadi aksi sosial yang berdampak jangka panjang.
Ngopi Bermisi membuktikan bahwa ruang sederhana seperti warung kopi dapat menjelma menjadi arena konsolidasi gerakan pemuda. Percakapan yang lahir dari kegelisahan bersama menjadi penanda bahwa perubahan sosial kerap berawal dari diskusi kecil yang dirawat secara konsisten.
Dari Ciputat Timur, forum ini menegaskan bahwa pemuda masih memiliki energi, gagasan, dan keberanian untuk melangkah lebih jauh, tidak sekadar berhenti pada wacana, tetapi bergerak menuju perubahan nyata.

